٣٨٣٥ــ
الحَمْدُ رَأْسُ الشُّكْرِ مَاشَكَرَ اللهَ عَبْدٌ لَايَحْمَدَهُ (عب هب) عن ابن عمر
(ح)ـ
3835-
Hamdalah (memuji Allah swt) adalah pokoknya syukur, tidaklah dikatakan
bersyukur kepada Allah seorang hamba yang tidak memuji-Nya. (HR. Abdurrahman
dan Baihaqi dari Ibnu `Amr. HASAN)
Karena
memuji bisa dilakukan dengan lisan saja, sedangkan syukur bisa dilakukan dengan
lisan, hati, dan anggota badan. Dari ketiga cara bersyukur tersebut maka memuji
Allah swt (misalnya dengan mengucapkan alhahdulillah) merupakan pokok
atau pangkalnya syukur. Karena mengucapkan nikmat dengan lisan dan memuji
(Allah swt) yang memberi kenikmatan itu lebih menampakkan nikmat dan menunjukan
syiar.
Berbeda jika bersyukur menggunakan
hati maka orang lain tidak bisa mengetahuinya. Jika bersyukur dengan anggota
badan atau perbuatan maka bisa jadi orang lain tidak memahaminya dan salah
sangka.
Oleh karena itu bersyukur dengan
menggunakan lisan dan memuji Allah swt dengan menggunakan lisan menjadi pokonya
syukur (رَأْسُ الشُّكْرِ).
Seseorang belumlah dikatakan
bersyukur jika ia belum memuji (Allah swt) yang telah memberikan kenikmatan.
Karena hakekat syukur adalah menampakan nikmat (إِظْهَارُ النِّعْمَةِ) dan hakekat kufur nikmat adalah menyembunyikan nikmat (إِخْفَاءُ النِّعْمَةِ).[1]