Laman
- Beranda
- جمع الجوامع
- الجامع الصغير
- الفتح الكبير
- كنوز الحقائق
- صحيح الجامع الكبير
- صحيح الجامع الصغير
- صحيح الفتح الكبير
- صحيح كنوز الحقائق
- صحيح الإمام السيوطي
- صحيح البخاري
- صحح مسلم
- لُبَابُ الحَدِيْثِ
- Muttafaq `Alaihi [ق ]
- Shahih Bukhari
- Shahih Muslim
- Mukhtashar Shahih Bukhari Muslim Imam Suyuthi
- Dzikir dan Do`a
- Pengobatan Islam
- Al-Arba`iin wa Al-Arba`iin
- Adzkar Nawawi
- YouTube
- Tafsir Munir Imam Nawawi
- MANHAJ ILMU GUS BAHA
- HIKAM
Kamis, 05 Mei 2022
Selasa, 15 Maret 2022
Surat Yunus Ayat 62 – 63 (Wali – wali Allah swt)
Surat Yunus Ayat 62 – 63 (Wali – wali Allah swt)
أَلَا
إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ
آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الْآخِرَةِ ۚ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(64)ـ
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan
mereka tidak bersedih hati. (62) (Yaitu) orang-orang yang beriman dan
senantiasa bertakwa.(63) Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah
kemenangan yang agung.(64). (QS.
Yunus [10] ayat 62-63)
Wali – wali Allah adalah orang – orang
yang tidak ada kekhawatiran akan tertimpa hal – hal yang tidak disukai (baik di
dunia maupun di akherat) dan tidak pula mereka bersedih karena terlewatkan dari
sesuatu yang mereka inginkan.
Wali- wali Allah adalah orang – orang
yang beriman dan bertakwa. Takwa disini bermakna menjauhi setiap dosa (اِثْمٍ), membersihkan diri dari setiap hal yang melalaikan, dan
beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.
Wali – wali Allah adalah orang – orang
yang mendapatkan kabar gembira di dunia (seperti dicintai manusia, dipuji
manusia, diberi mimpi yang baik, diberi kabar gembira ketika wafat oleh
Malaikat) dan di akherat (seperti di sambut para Malaikat seraya diberi kabar
gembira tentang kemuliaan dan keberuntungan yang akan diterimanya, wajahnya
putih bercahaya, diberi catatan amal dengan tangan kanan, dan mereka
membacanya, dan kegembiraan – kegembiraan lainnya). (Tafsir Munir)
Wali Allah adalah orang beriman dan
bertakwa kepada Allah swt dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Di dunia mereka akan melihat mimpi yang baik yang bisa mereka
lihat atau diperlihatkan kepada mereka dan di akherat mereka akan mendapatkan
pahala dan surga. (Tafsir Jalalain)
Wali – wali Allah adalah orang – orang
yang beriman dan bertakwa, oleh karena itu setiap orang yang bertakwa maka dia
adalah wali Allah swt.
Wali – wali Allah orang – orang yang
apabila dilihat maka Nama Allah disebut karena meihatnya, seperti yang
dijelaskan Ibnu Mas`ud, Ibnu Abbas, dan lebih dari satu orang salaf.
Wali – wali Allah adalah orang – orang
yang saling mencintai karena Allah dan berjuang bersama karena Allah. (Tafsir
Ibnu Katsir)
Siapa wali Allah itu? Mereka adalah
orang – orang beriman dan bertakwa. Beriman kepada Nabi Muhammad saw dan
Al-Qur`an dan takut kepada kekafiran, kemusyrikan, dan al-fawaahisy
(keburukan).
Apa yang diperoleh wali Allah? Mereka
akan mendapatkan kebahagiaan di dunia seperti mimpi yang baik yang mereka lihat
atau yang diperlihatkan kepada mereka dan di akherat mereka akan mendapatkan
surga.(Tafsir Ibnu Abbas)
Ciri – ciri wali Allah swt
1.
Beriman
2.
Bertakwa
3.
Ridha
terhadap pemberian dari Allah swt
4.
Beribadah
dengan sungguh – sungguh
5.
Saling
mencintai karena Allah swt
6.
Berjuang
di jalan Allah swt
7.
Menjauhkan
diri dari hal – hal yang melalaikan
8.
Menjauhi
kekafiran dan penyebab – penyebabnya
9.
Menjauhi
kemusyrikan dan penyebab – penyebabnya
10.
Menjauhi
al-fawahisy (keburukan) dan penyebab – penyebabnya
11.
Pernah
melihat mimpi yang baik
12.
Wajahnya
memancarkan keshalihan
13.
Dicintai
oleh manusia
14.
Dipuji
kebaikannya oleh manusia
15.
Meninggal
khusnul khatimah
Kamis, 03 Maret 2022
Surat Al-Maidah ayat 119 Allah swt ridha kepada para shadiqin
٨٧٠٦ــ
مَنْ رَضِيَ عَنِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ (ابن عساكر) عن عائشة (ض)ـ
8706-
Barangsiapa ridha kepada Allah maka Allah ridha kepadanya. (HR. Ibnu `Asakir.
DHAIF)
Barangsiapa
yang ridha kepada Qadha dan Takdir Allah swt maka Allah swt akan meridhainya
dengan cara memasukannya ke dalam surga dengan segala kenikmatan tertinggi plus
ridha Allah swt.[1]
Surat Al-Maidah ayat 119
قَالَ اللّٰهُ هٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصّٰدِقِيْنَ
صِدْقُهُمْ ۗ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ
اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Allah berfirman, “Inilah saat
orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah
kemenangan yang agung.” (Al-Maidah 119)
Inilah
saat orang yang benar (shaadiq) memperoleh manfaat dari
kebenarannya, orang yang beriman (mukmin) memperoleh manfaat dari
keimanannya, orang yang menyampaikan kebenaran (muballigh) memperoleh manfaat
dari apa yang disampaikannya, dan orang yang menepati (muufin)
memperoleh manfaat dari apa yang ditepatinya, orang yang beramal shaleh (`Aamilush
Shaalihaat) memperoleh manfaat dari keshalehannya. (Tafsir Ibnu Abbas)
Kamis, 24 Februari 2022
Surat At-Taubah ayat 100 Orang - orang yang diridhai Allah swt
Surat At-Taubah ayat 100
وَالسّٰبِقُوْنَ
الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ
رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا
الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ (١٠٠) ـ
Orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar. (Surat At-Taubah ayat 100)
Ayat ini menjelaskan kepada kita
ada tiga kelompok manusia yang mendapatkan ridha Allah swt yaitu Muhajirin,
Ansor, dan orang – orang yang mengikuti mereka dengan berbuat kebaikan (وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ).
Orang yang mengikuti kaum ansor
dan muhajirin dengan berbuat kebaikan menurut Tafsir Ibnu Abbas adalah orang –
orang yang menjalankan ibadah fardhu dan
menjauhi perbuatan maksiat sampai hari kiamat. Menurut Tafsir Jalalain bil
ihsaan adalah berbuat kebaikan dalam
beramal. Menurut Tafsir Munir adalah orang – orang yang menyebut – nyebut kaum
muhajirin dan kaum anshar sebagai ahli surga dan memohonkan rahmat kepada Allah
swt bagi mereka serta menyebut – nyebut kebaikan mereka.
Rabu, 23 Februari 2022
Surat Al-Bayyinah ayat 8
Surat Al-Bayyinah ayat 8
جَزَاؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي
مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)ـ
Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya. (Al-Bayyinah ayat 8)
Dalam surat
ini disebutkan empat orang yang dalam kebaikan, yaitu orang beriman dan
mengerjakan amal shaleh, khairul bariyyah (sebaik - baik makhluk), orang yang
ridha kepada Allah swt, dan orang yang takut kepada Allah swt.
Nikmat
terbesar yang bisa di capai manusia adalah ridha Allah swt, yaitu kemulian dan
pujian yang diberikan Allah swt. Cara mendapatkan ridha Allah swt adalah dengan
cara takut kepada Allah swt (takwa).
Takut kepada
Allah swt menurut Tafsir Ibnu Abbas adalah meng-Esa-kan Allah swt (tauhid),
menurut Tafsir Jalalain adalah takut kepada siksa Allah swt sehingga meninggakan
maksiat kepada-Nya, menurut Tafsir Munir orang yang takut kepada Allah swt adalah
orang yang mengetahui urusan - urusan Allah swt (العالم بشؤون الله تعالى).
Tafsir Ringkas Kemenag: Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya bersama segala
kenikmatan di dalamnya. Selain itu, mereka mendapat nikmat yang lebih besar.
Allah rida terhadap mereka atas keimanan dan amal saleh mereka dan mereka pun
rida kepada-Nya atas kemuliaan yang Allah anugerahkan kepada mereka. Yang
demikian itu adalah balasan yang agung bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
Ketakutannya pada siksaan Allah mendorongnya untuk menjauhkan diri dari
larangan Allah, termasuk kemusyrikan dan kekafiran.
=
Kamis, 17 Februari 2022
Adh-Dhuha ayat 11 Tafsir Munir Tafsir Jalalain Tafsir Ibnu Abbas
Rabu, 26 Januari 2022
Surat Ali Imran ayat 190 - 191
Surat Ali Imran 190 -191
اِنَّ
فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ
لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang berakal, (Ali Imran: 190)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
(dan segala sesuatu yang sangat menakjubkan yang ada pada keduanya) dan dalam
pergantian malam dan siang (yang datang dan pergi, yang bertambah dan berkurang)
benar – benar ada tanda-tanda (yang menunjukan kekuasaan Allah swt) bagi
orang-orang yang memiliki akal. (Tafsir Jalalain)
الَّذِيْنَ
يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ
فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari
azab neraka. (Ali Imran: 191)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring (maksudnya dalam segala keadaan).
Dzikrullah disini juga bermakna shalat atau ibadah lainnya. Mereka juga
memikirkan penciptaan langit dan bumi agar menjadi dalil adanya Allah swt.
(yaitu) orang – orang yang berkata “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia (tetapi Engkau ciptakan
dengan sempurna untuk menunjukan kesempurnaan kekuasaan-Mu); Mahasuci Engkau
(dari main – main belaka), lindungilah kami dari azab neraka.
(Tafsir Jalalain)
Asbabun nuzul
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ
بْنُ إِسْحَاقَ التُسْتَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ
الْقُمِّيُّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: أَتَتْ قُرَيْشٌ الْيَهُودَ، فَقَالُوا: بِمَ جَاءَكُمْ مُوسَى؟
قَالُوا: عَصَاهُ وَيَدُهُ بَيْضَاءُ لِلنَّاظِرِينَ، وَأَتَوُا النَّصَارَى فَقَالُوا:
كَيْفَ كَانَ عِيسَى؟ قَالُوا: كَانَ يُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ، وَيُحْيِي
الْمَوْتَى، فَأَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا:
ادع الله أن يَجْعَلُ لَنَا الصَّفَا ذَهَبًا، فَدَعَا
رَبَّهُ، فَنَزَلَتْ هذه الآية إِنَّ فِي خَلْقِ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلافِ
اللَّيْلِ وَالنَّهارِ لَآياتٍ لِأُولِي الْأَلْبابِ فَلْيَتَفَكَّرُوا فِيهَا ـ
Artinya: Ath-Thabarani berkata, Telah
menceritakan kepadaku Al-Husain bin Ishaaq At-Tustary, telah menceritakan kepadaku
Yahya Al-Himmaaniy, telah menceritakan kepadaku Ya`quub Al-Qummiyyu dari Ja`far
bin Abil Mughiirah, dari Sa`iid bin Jubair, dari Ibnu Abbas berkata: “orang-orang Quraisy mendatangi
orang-orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa
kepada kalian?” orang-orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan yang putih
bagi orang-orang yang melihatnya.” Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi
orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa tanda-tanda yang
diperlihatkan Isa?.” Mereka menjawab, “Dia dulu menyembuhkan orang yang buta,
orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.” Lalu mereka mendatangi
Nabi SAW. lalu berkata kepada beliau, “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah
bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman
Allah (Q.S Ali Imran 190) (اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ) ini. (Tafsir Ibnu Katsir)
Malam
Ketika Turunnya Ayat
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ،
عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَعُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ، عَلَى عَائِشَةَ
فَقَالَتْ لِعُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ: قَدْ آنَ لَكَ أَنْ تَزُورَنَا، فقَالَ: أَقُولُ
يَا أُمَّهْ كَمَا قَالَ الأَوَّلُ: زُرْ غِبًّا تَزْدَدْ حُبًّا، قَالَ: فَقَالَتْ:
دَعُونَا مِنْ رَطَانَتِكُمْ هَذِهِ، قَالَ ابْنُ عُمَيْرٍ: أَخْبِرِينَا بِأَعْجَبِ
شَيْءٍ رَأَيْتِهِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
فَسَكَتَتْ ثُمَّ قَالَتْ: لَمَّا كَانَ لَيْلَةٌ مِنَ اللَّيَالِي، قَالَ: يَا
عَائِشَةُ ذَرِينِي أَتَعَبَّدُ اللَّيْلَةَ لِرَبِّي قُلْتُ: وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ
قُرْبَكَ، وَأُحِبُّ مَا سَرَّكَ، قَالَتْ: فَقَامَ فَتَطَهَّرَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي،
قَالَتْ: فَلَمْ يَزَلْ يَبْكِي حَتَّى بَلَّ حِجْرَهُ، قَالَتْ: ثُمَّ بَكَى فَلَمْ
يَزَلْ يَبْكِي حَتَّى بَلَّ لِحْيَتَهُ، قَالَتْ: ثُمَّ بَكَى فَلَمْ يَزَلْ يَبْكِي
حَتَّى بَلَّ الأَرْضَ، فَجَاءَ بِلاَلٌ يُؤْذِنُهُ بِالصَّلاَةِ، فَلَمَّا رَآهُ يَبْكِي،
قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَ تَبْكِي وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ
وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ
اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيهَا {إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ} الآيَةَ كُلَّهَا. ـ
Abdul
Malik bin Abu Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Atha’, ia berkata, “Aku
dan Ubaid bin Umair datang kepada Aisyah, kemudian Aisyah berkata kepada Ubaid
bin Umair, “Sungguh kamu telah bersikap baik dengan datang mengunjungi
kami.” Lalu Ubaid berkata, “Aku akan katakan wahai ibu sebagaimana orang
dulu pemah katakan: “Jarang berkunjunglah, maka cinta akan bertambah.” Atha'
berkata, Aisyah lalu berkata, "Tinggalkan kami dari bahasa asing kalian
itu.” Ibnu Umair berkata, “Berilah kami Khabar tentang perkara yang paling
menakjubkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.” Atha' berkata, “Aisyah terdiam, tidak lama kemudian berkata,
‘Pada suatu malam, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, izinkanlah aku agar
malam ini aku dapat beribadah kepada Tuhanku.” Aku (Aisyah) lalu
berkata, Sesungguhnya aku lebih senang berada di dekatmu, dan aku sangat senang
dapat membahagiakanmu," Ia (Aisyah) lalu berkata, “Kemudian beliau bangun
dan bersuci, setelah itu melaksanakan ' shalat." Aisyah berkata,
“Malam itu, beliau terus menerus menangis hingga pahanya basah, kemudian
beliau terus menerus menangis hingga jenggotnya basah, kemudian beliau terus
menerus menangis hingga tanah menjadi basah. Hingga kemudian Bilal datang mengumandangkan
adzan. Ketika Bilal melihat beliau menangis, ia bertanya, “Wahai
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengapa engkau menangis seperti itu
padahal engkau adalah orang yang dosanya telah diampuni oleh Allah SWT baik
dosa yang telah lalu maupun dosa yang akan datang?" Beliau
menjawab, “(Jika aku meninggalkan tahajjud) aku Tidaklah menjadi hamba yang
bersyukur. Sungguh telah turun satu ayat pada malam ini, yang
menjadi celaka bagi orang yang membacanya namun tidak berfikir tentangnya.
(Ayat Itu adalah), "Sesungguhnya dalam penclptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.“ (Qs. Aali ‘Imran [3]:190). (Hadits
Shahih Ibnu Hibban Nomor 620) (Tafsir
Mafatihul Ghaib)
أنَّهُ
رَقَدَ عِنْدَ رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، فَاسْتَيْقَظَ فَتَسَوَّكَ
وَتَوَضَّأَ وَهو يقولُ: {إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ} [آل عمران: 190]، فَقَرَأَ
هَؤُلَاءِ الآيَاتِ حتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فأطَالَ
فِيهِما القِيَامَ وَالرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ، ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حتَّى نَفَخَ،
ثُمَّ فَعَلَ ذلكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ سِتَّ رَكَعَاتٍ، كُلَّ ذلكَ يَسْتَاكُ وَيَتَوَضَّأُ
وَيَقْرَأُ هَؤُلَاءِ الآيَاتِ، ثُمَّ أَوْتَرَ بثَلَاثٍ، فأذَّنَ المُؤَذِّنُ فَخَرَجَ
إلى الصَّلَاةِ وَهو يقولُ: اللَّهُمَّ اجْعَلْ في قَلْبِي نُورًا، وفي لِسَانِي نُورًا،
وَاجْعَلْ في سَمْعِي نُورًا، وَاجْعَلْ في بَصَرِي نُورًا، وَاجْعَلْ مِن خَلْفِي
نُورًا، وَمِنْ أَمَامِي نُورًا، وَاجْعَلْ مِن فَوْقِي نُورًا، وَمِنْ تَحْتي نُورًا،
اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُورًا. (م ـ ٧٦٣) عن ابن عباس (صح)ـ
Artinya:
Bahwa beliau pernah tidur di tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, beliau bangun, bersiwak, lalu berwudhu` seraya bersabda, “Sesungguhnya
di dalam penciptaan langit-langit dan bumi dan di dalam pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali
'Imran: 190) Beliau membaca ayat-ayat itu sampai menyelesaikan surat
itu. Kemudian beliau berdiri shalat dua raka'at, beliau memperpanjang
berdiri, ruku', dan sujud. Kemudian beliau selesai lalu tidur sampai
mendengkur. Beliau melakukan hal itu tiga kali, enam raka'at. Setiap
kali melakukannya, beliau bersiwak, berwudhu`, dan membaca ayat-ayat tadi. Kemudian
beliau shalat witir tiga raka'at. Ketika mu`adzdzin adzan, beliau keluar
untuk shalat. Beliau berdoa, “Ya Allah, jadikan cahaya di hatiku, cahaya
di lisanku, jadikan cahaya di pendengaranku, jadikan cahaya di penglihatanku,
jadikan cahaya di belakangku, cahaya di depanku, jadikan cahaya di atasku,
cahaya di bawahku. Ya Allah, berikan aku cahaya.” (HR. Muslim (nomor 763.191)
dari Ibnu Abbas. SHAHIH) (Tafsir Baghawi)
Faidah
وفي
الآثار عن جعفر الصادق: من حزبه أمر فقال: ربنا خمس مرات أنجاه الله مما يخاف وأعطاه
ما أراد واستدلّ بهذه الآية فَٱسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ ـ
Artinya: dalam atsar dari Ja`far
Shadiq : Barangsiapa yang ditimpa suatu kesulitan lalu mengucapkan Rabbana
sebanyak lima kalim maka Allah akan menyelamatkan dari apa yang ditakutinya dan
memberi apa yang diinginkannya. Beliau berdalil dengan ayat (فَٱسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ) Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (Ali Imran ayat 195). (Tafsir Munir)
Faidah
وَعَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَتَسَوَّكُ ثُمَّ
يَنْظُرُ إِلَى السَّمَاءِ وَيَقُولُ: إن في خلق السموات وَالْأَرْضِ ـ
Artinya:
Dari Ali Radhiyallahu `anhu: Sesungguhnya Nabi saw apabila beliau bangun malam
bersiwak (gosok gigi) setelah itu melihat kea rah langit dan membaca ayat (إن في خلق السموات
وَالْأَرْضِ) Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi. (Tafsir Mafatihul Ghaib)
=
Minggu, 16 Januari 2022
Selasa, 04 Januari 2022
Al-Baqarah ayat 6 - 7 Tafsir Munir Tafsir Jalalain
Tadabbur
Surat Al-Baqarah ayat 6 – 7
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ
عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (٦) خَتَمَ اللَّهُ
عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (٧)ـ
Artinya: “Sungguh,
orang-orang kafir itu–sama saja apakah kauberi peringatan atau tidak–tidak
beriman. Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka. Pada penglihatan
mereka terdapat tutupan. Bagi mereka siksa yang besar.”
Siapa orang kafir ini?
Orang yang ditentukan kafir dalam ilmu Allah swt
Bagaimana kondisi mereka?
Mereka dalam keadaan hati mereka terkunci sehingga kebenaran tidak bisa masuk dan pendengarannya di kunci sehingga tidak bisa mengambil manfaat dari apa yang di dengarnya dan penglihatannya di tutup sehingga tidak bisa melihat kebenaran dari sisi Allah swt.
Bagaimana sifat mereka?
Sebagian sifat mereka dalam menjalani hidup selalu menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya
Siapa contoh mereka?
Mereka adalah para pemimpin Yahudi seperti Ka`b Ibnul Asyraf, Huyay Ibnu Akhthab dan Jaddi Ibnu Akhthab. Menurut pendapat lain adalah musyrik penuduk Mekah seperti `Utbah, Syaibah, Al-Walid Ibnul Mughirah, dan Abu Jahal. (Tafsir Munir). dan Abu Lahab (Tafsir Jalalain).
Bagaimana nasib mereka di akherat?
Pada akhirnya mereka meninggal dalam keadaan kafir dan
mendapatkan siksa yang amat berat. (Tafsir Ibnu Abbas)
=
Siapa orang kafir yang di maksud dalam ayat ini?
1. Orang Yahudi yang ingkar kepada kenabian Nabi saw
2. Orang - orang yang telah ditetapkan sesat dalam
catatan pertama
3. Tokoh - tokoh perang ahzab yang Allah binasakan ketika
perang Badar
4. Para pendeta Yahudi yang mati terbunuh secara kafir
Adapun makna al-kufr dalam ayat tersebut adalah al-juhuud (pengingkaran), yaitu mengingkari kenabian Nabi Muhamad SAW. Kata al-kufr dalam bahasa arab juga memiliki makna menutupi seperti perkataan malam menutupi segalanya, petani menutupi benih. (Tafsir Thabari).
Menurut Al-Qurthuby makna al-kufr dalam
ayat tersebut adalah adalah dhiddul iman (lawan kata iman).
al-Kuff juga terkadang digunakan dengan makna mengingkari nikmat dan kebaikan,
atau dengan makna menutupi. (Tafsir Qurthubi)
=
Kufur atau kafir ada empat
1. Kafir ingkar (كُفْرُ
إِنْكَارٍ) : adalah kekafiran orang
yang tidak mengenal Allah dan tidak mengakui-Nya sama sekali.
2. Kafir juhud (كُفْرُ
جَحُودٍ) : adalah kekafiran orang
yang mengenal Allah dengan batinnya, tetapi tidak mau mengikrarkan melalui
lisannya. Seperti Iblis dan sebagian orang Yahudi.
3. Kair `inad (كُفْرُ
عِنَادٍ) : adalah kekafiran orang
yang mengenal Allah dengan batinnya, mengakui-Nya secara lisan, tetapi enggan
memeluk agama-Nya. Seperti Abu Thalib.
4. Kafir nifaq (كُفْرُ
نِفَاقٍ): adalah kekafiran orang
yang mengikrarkan Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya.
Seperti sebagian orang Yahudi Madinah.
Dan orang yang mati dalam
keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini tidak akan diampuni.” (Tafsir
Al-Baghowi)
=
Ada dua perumpamaan hati yang terkunci mati, yaitu
1. Hati itu seperti telapak tangan yang terbuka, ketika
seseorang melakukan perbuatan dosa maka menutupah salah satu ibu jari, kemudian
jika melakukan dosa lagi maka ibu jari lainnya menutup lagi sehingga semua ibu
jari menutupi telapak tangan. Kemudian Allah swt menurunkan kunci mati untuk
mengunci hati mereka. Jika sudah demikian maka keimanan tidak bisa masuk ke
dalam hati mereka dan kekufuran tidak bisa keluar dari hati mereka.
2. Hati itu bagaikan lembaran putih, ketika seseorang
berbuat dosa maka jatuhlah satu titik hitam, begituh seterusnya jika dia
berbuat dosa terus tanpa bertaubat sehingga hati menjadi hitam semuanya.
Kemudian Allah swt menurunkan kunci mati untuk mengunci hati mereka. Jika
sudah demikian maka keimanan tidak bisa masuk ke dalam hati mereka dan
kekufuran tidak bisa keluar dari hati mereka. (Tafsir Ibnu Katsir)
=
Baca juga
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-6-NLZUb
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-7-fXWAm
Senin, 27 Desember 2021
Sabtu, 25 Desember 2021
Kamis, 16 Desember 2021
Tafsir Munir Imam Nawawi - Muqaddimah
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله الذي تواضع كل شيء لعظمته، وذلّ كل شيء لعزّته، واستسلم كل شيء لقدرته، وخضع كل شيء لملكه، فسبحان الله شارع الأحكام، المميز بين الحلال والحرام، أحمده على ما فتح من غوامض العلوم بإخراج الأفهام، والصلاة والسلام على سيدنا محمد الذي أزال بيانه كل إبهام، وعلى آله وأصحابه أولي المناقب والأحلام صلاة وسلاما دائمين ما دامت الأيام.
أما
بعد، فيقول أحقر الورى محمد نووي: قد أمرني بعض الأعزة عندي أن أكتب تفسيرا للقرآن
المجيد فترددت في ذلك زمانا طويلا خوفا من الدخول في قوله صلّى الله عليه وسلّم: «من قال في القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ» وفِي
قوله صلّى الله عليه وسلّم: «من قال في القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النار» فأجبتهم
إلى ذلك للاقتداء بالسلف في تدوين العلم إبقاء على الخلق وليس على فعلي مزيد ولكن لكل
زمان تجديد، وليكون ذلك عونا لي وللقاصرين مثلي وأخذته من الفتوحات الإلهية ومن مفاتيح
الغيب ومن السراج المنير، ومن تنوير المقباس، ومن تفسير أبي السعود وسميته مع الموافقة
لتاريخه «مراح لبيد لكشف معنى قرآن مجيد» ، وعلى الكريم الفتّاح اعتمادي، وإليه تفويضي
واستنادي. والآن أشرع بحسن توفيقه وهو المعين لكل من لجأ به . ـ
Setelah
membaca basmalah, hamdalah, shalawat dan salam, Imam Nawawi menjelaskan kepada
kita bahwa teman – teman mulia beliau meminta beliau agar menyusun suatu kitab
tafsir.
Mendapatkan
permintaan tersebut beliau berfikir apakah mengabulkan atau tidak karena ada
ancaman dari Rasulullah saw bahwa barang siapa yang mentafsirkan Al-Qur`an
dengan pendapatnya maka dia telah melakukan suatu kesalahan dan bersiaplah
masuk neraka.
Pada
akhirnya beliau mengabulkan untuk menyusun sebuah kitab tafsir yang kemudian
beliau kasih nama Maraah Labiid Li Kasyfi Ma`na Qur`an Majiid , yang di
Indonesia populer dengan nama Tafsir Munir Imam Nawawi.
Dalam
menyusun kitab tafsir ini beliau menggunakan referensi utama seperti Tafsir
Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, tafsir mafatihul Gahib, Sirajul Munir, Tanwirul
Miqbas, dan tafsir Ibnu Mas`ud.
Semoga
tafsir ini bisa menjadi penolong kita memahami Al-Qur`an dan semoga Allah swt
selalu membimbing kita dalam jalan hidayahnya. Amin