=
٢٨٨٦ـ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ،
وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ
مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوِرَقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ
فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ، ذِكْرُ اللهِ (ت ه ك) عن
أبى الدرداءِ (صح)ـ
2886- Maukah kalian aku tunjukan
tentang amalan yang paling baik?, dan paling bersih disisi Tuhan kalian, dan
paling mengangkat derajat kalian, dan lebih baik daripada kalian menginfakan
emas dan perak, dan lebih baik daripada kalian bertemu musuh kalian kemudian
saling potong leher kalian, (yaitu) dzikrullah. (HR. Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Hakim dari Abu Darda. SHAHIH).
Semua ibadah, baik itu infak maupun
jihad, adalah wasilah atau perantara, sedangkan dzikrullah (ingat kepada
Allah swt) adalah tujuan yang sesungguhnya. Dan pokoknya dzikir adalah lafazh (لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ), kalimat tersebut menjadi derajat keimanan tertinggi.[1]
=