٦٧٦٢ــ كَانَ إِذَا قَالَ بِلَالٌ قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ نَهَضَ فَكَبَّرَ (سموية طب) عن إبن أبى أوفى (ض)ـ
Laman
- Beranda
- جمع الجوامع
- الجامع الصغير
- الفتح الكبير
- كنوز الحقائق
- صحيح الجامع الكبير
- صحيح الجامع الصغير
- صحيح الفتح الكبير
- صحيح كنوز الحقائق
- صحيح الإمام السيوطي
- صحيح البخاري
- صحح مسلم
- لُبَابُ الحَدِيْثِ
- Muttafaq `Alaihi [ق ]
- Shahih Bukhari
- Shahih Muslim
- Mukhtashar Shahih Bukhari Muslim Imam Suyuthi
- Dzikir dan Do`a
- Pengobatan Islam
- Al-Arba`iin wa Al-Arba`iin
- Adzkar Nawawi
- YouTube
- Tafsir Munir Imam Nawawi
- MANHAJ ILMU GUS BAHA
- HIKAM
Minggu, 21 November 2021
Jaami`ush Shaghiir 8193 Takbir (الله اكبر) dan Salam di dalam shalat (السَّلامُ عليكم ورَحمةُ اللهِ).
1.
٨١٩٣ــ
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطَّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا
التَّسْلِيْمُ (حم د ت ه) عن علي أمير المؤمنين (صح)ـ
8193-
Kuncinya shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir, dan (تَحْلِيْل) tahlilnya adalah salam. (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Ali Amirul Mukminin. SHAHIH)
Sebab
yang mengharamkan sesuatu di luar shalat adalah takbir (الله اكبر), (Takbiiratul ihraam (تَكْبِيْرَةُ الإحْرَامِ) menjadi permulaan shalat dan karenanya segala sesuatu yang
halal di luar shalat menjadi terlarang seperti makan, minum, dan lainnya).
Shalat
tidak jadi terkecuali dengan mengucapkan lafazh Allahu Akbar (الله اكبر), ini adalah madzhab tiga imam, sedangkan imam Abu Hanifah
berkata bahwa shalat tetap jadi dengan mengucapkan lafazh apa saja yang
bertujuan mengagungkan Allah swt. Imam Abu Hanifah juga berkata jika takbiratul
ihram bukan bagian dari shalat karena sesuatu tidak mungkin disandarkan
terhadap dirinya sendiri. Mengenai perkataannya ini dapatlah dijawab jika
sesuatu terkadang bisa disandarkan terhadap dirinya sendiri seperti bangunan
struktur rumah yang saling menguatkan.
Takbiratul
ihram (الله اكبر) adalah rukun
shalat yang mengharamkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan shalat dan
salam (السَّلامُ عليكم
ورَحمةُ اللهِ) adalah rukun shalat yang menjadikan seseorang keluar dari
shalat dan menghalalkan sesuatu yang tadinya dilarang ketika shalat.[1]
Salah satu contoh bacaan salam dalam shalat
وَيُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
Artinya: mengucapkan salam ke kanan dan ke kirinya: Assalamu ‘Alaikum wa
Rahmatullah Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah (السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ) 'semoga keselamatan (diberikan) atasmu dan juga
dilimpahkan atasmu rahmat dari Allah. (HR. Tirmidzi (1319) dari Abdullah. SHAHIH)
Jumat, 19 November 2021
Bab Doa Sebelum dan Sesudah Wudhu
- Hadits 09895 [ Menyebut Nama Allah swt ketika wudhu ] SHAHIH
- Hadits 08675 [ Dzikir wudhu ] DHAIF
1.
٩٨٩٥ــ
لَاصَلَاةَ لِمَنْ لَاوُضُوْءَ لَهُ، وَلَاوُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ
عَلَيْهِ (حم د ه ك) عن أبى هريرة (ه) عن سعيد بن زيد (صح) ـ
9895-
Tiada shalat bagi orang yang tidak punya wudhu,
dan tiada wudhu bagi orang yang tidak menyebut Nama Allah atas (wudhunya). (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Haakim dari Abu Hurairah. Riwayat Ibnu Majah
dari Sa`id bin Zaid. SHAHIH)
Tidak sempurna wudhu seseorang yang tidak di dahului dengan
membaca basmalah (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ) atau bismillah (بِسْمِ اللهِ). Membaca Asma Allah pada permulaan wudhu mustahab menurut
ulama syai`iyyah dan hanafiyyah dan wajib menurut Imam Ahmad berdasarkan makna
zhahir hadits ini.[1]
Doa
sebelum wudhu membaca basmalah (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ) atau cukup bismillah
(بِسْمِ اللهِ) berdasarkan
hadits diatas, sedangkan doa sesudah wudhu membaca (أَشْهَدُ أَنْ لا إلٰه اِلاّ اللهُ وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ
محمدًا عبدُه ورسولُه . اللهم اجعلني من التوابين، واجعلني من المتطهِّرينَ) berdasarkan
hadits berikut:
مَن توضَّأ فأحسَن الوُضوءَ ثمَّ قال: أشهَدُ أن
لا إلهَ إلَّا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهَدُ أنَّ مُحمَّدًا عبدُه ورسولُه، اللَّهمَّ
اجعَلْني مِن التَّوَّابِينَ، واجعَلْني مِن المُتطهِّرِينَ، فُتِحَتْ له ثمانيةُ أبوابِ
الجنَّةِ، يدخُلُ مِن أيِّها شاءـ
Barangsiapa berwudhu kemudian
membaguskan wudhunya lalu berdoa (أشهَدُ أن لا إلهَ إلَّا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهَدُ أنَّ
مُحمَّدًا عبدُه ورسولُه، اللَّهمَّ اجعَلْني مِن التَّوَّابِينَ، واجعَلْني مِن المُتطهِّرِينَ) Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha
Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan
jadikanlah aku termasuk orang yang menyucikan diri. Maka dibukakan untuknya delapan pintu surga, ia bisa
masuk dari pintu mana saja yang dia suka. (HR. Tirmidzi (55), Muslim (234), Abu
Dawud (169). SHAHIH)
Kamis, 18 November 2021
Jaami`ush Shaghiir 6724 Cara menjawab tasyahud muadzin seperti Nabi SAW
٦٧٢٤ــ
كَانَ إِذَا سَمِعَ الْمُؤَذِّنُ يَتَشَهَّدُ قَالَ وَأَنَا وَأَنَا (د ك) عن عائشة
(صح)ـ
6724-
Apabila beliau mendengar orang adzan bertasyahud maka beliau mengucapkan : “Dan
aku, dan aku”. (HR. Abu Dawud dan Haakim dari Aisyah. SHAHIH)[1]
Jaami`ush Shaghiir 6723 Cara menjaab adzan esuai sunnah Nabi SAW
٦٧٢٣ــ
كَانَ إِذَا سَمِعَ الْمُؤَذِّنُ قَالَ مِثْلَ مَا يَقُوْلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَ حَيَّ
عَلَى الصَّلَاةِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّابِاللهِ
(حم) عن أبى رافع (ح)ـ
6723-
Apabila beliau mendengar orang adzan maka beliau mengucapkan seperti apa yang
diucapkan orang adzan tersebut sehingga apa bila sampai pada “Hayya
‘alash shalaah, Hayya ‘alal falaah” (حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ) “Mari kita menunaikan sholat, Mari kita meraih kemenangan” beliau mengucapkan “Laa haula
wa laa quwwata illaa billah “ (لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّابِاللهِ) “Tiada daya dan tiada kekuatan, selain dengan (pertolongan)
Allah”. (HR. Ahmad dari Abi Abu Rai`. HASAN)[1]
Rabu, 17 November 2021
Jaami`ush Shaghiir 702 Doa stelah adzan (Shalawat, Al-Wasiilah, Syafaat, dan Rahmat Allah swt)
٧٠٢ــ
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ
فإنَّهُ مَنْ صَلَّى عَليَّ صَلاَةً صلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوْا
اللهَ لِيَ الْوَسِيْلَةَ؛ فإنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لا تَنْبَغِي إلَّا
لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ تعالى وَأَرْجُو أنْ أكونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ
لِيَ الْوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ (حم م ٣) عن إبن عمر (صح)ـ
702-
Apabila kalian mendengar (suara adzan) muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang
diucapkannya, kemudian bershalawatlah kalian kepadaku karena
sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat atasku sekali maka Allah akan
bershalawat kepadanya sepuluh, setelah itu kalian mohonlah al-wasiilah
kepada Allah untukku, karena sesungguhnya al-wasiilah adalah suatu
kedudukan di surga yang tidak patut terkecuali bagi seorang hamba dari hamba –
hamba Allah swt dan aku berharap hamba tersebut adalah aku, maka barangsiapa
yang meminta al-wasiilah untukku maka halal-lah (wajiblah
mendapatkan) syafaat. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasaa-I, dan Tirmidzi dari
Ibnu Umar. SHAHIH)
Syafaat
bisa diperoleh oleh orang shalih dan orang durhaka karena fungsi syafaat adalah
menambahkan pahala kebaikan dan atau menghapuskan siksaan. Dalil ini
membatalkan pendapat mu`tazilah yang mengatakan jika syafaat khusus untuk orang
shalih saja.[1]
[1] Jaami`ush
Shaghiir 702. Faidhul Qadiir penjelasan hadits 702.
=
Shahih Bukhari Hadits 614
مَن قالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ
رَبَّ هذِه الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، والصَّلَاةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ
والفَضِيلَةَ، وابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الذي وعَدْتَهُ، حَلَّتْ له شَفَاعَتي
يَومَ القِيَامَةِ.
Barangsiapa saat mendengar
panggilan adzan berkata: (اللَّهُمَّ
رَبَّ هذِه الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، والصَّلَاةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ
والفَضِيلَةَ، وابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الذي وعَدْتَهُ) maka halal
(wajib) baginya syafaatku. (HR. Bukhari dari Jabir bin Abdillah. SHAHIH)
Jaami`ush Shaghiir 689 Menjawab panggilan adzan
٦٨٩ــ
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَأَجِبْ دَاعِيَ اللهَ (طب) عن كعب بن عجرة (ح)ـ
689-
Apabila kalian mendengar seruan (adzan) maka penulihah (seruan) penyeru Allah.
(HR. Thabrani dalam Al-Kabir dari Ka`b bin Ujrah. SHAHIH)
Jika
muadzin mengumandangkan adzan maka jawablah dengan melakukan tiga hal berikut:
pertama mendengarkan suara adzan, kedua jawablah muadzin dengan cara
mengucapkan lafazh yang sama seperti yang dikumandangkan muadzin, ketiga
mendatangi shalat jamaah jika tidak ada udzur.[1]