٧٣٠١ــ
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ (حم م ٤) عن أبى سعيد (م ه) عن أبى
هريرة (ن) عن عائشة (صح)ـ
7301-
Talqin-kanlah (ajarkanlah) orang – orang (yang menjelang) kematian Laa
Ilaaha Illallah (لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ). (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasaai, dan
Ibnu Majah dari Abu Said. Riwayat Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.
Riwayat Nasaai dari Aisyah. SHAHIH)
Ketika seorang muslim sedang
menghadapi kematian maka disunnahkan membaca kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah (لَاإِلٰهَ
إِلَّا اللهُ) disampingnya
agar orang yang sedang menghadapi kematian tersebut mengikutinya. Jika ia sudah
mengucapkannya maka jangan suruh mengucapkannya lagi, kecuali jika dia
mengucapkan kata - kata lainnya lagi maka kita tuntun lagi agar mengucapkan
kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah (لَاإِلٰهَ إِلَّا
اللهُ), begitu terus
sehingga kalimat tauhid benar – benar bisa menjadi kalimat terakhir yang
diucapkan oleh orang yang sedang menghadapi kematian.
Talqin diperlukan agar orang
yang sedang menghadapi kematian tidak melupakan kalimat tauhid atau tidak
tergoda oleh syetan.
Jika yang ditalqin adalah orang islam
maka cukuplah dengan kalimat tauhid saja Laa Ilaaha Illallah (لَاإِلٰهَ
إِلَّا اللهُ), tetapi jika yang ditalqin adalah orang kafir maka wajib
dengan dua kalimat syahadat dengan harapan orang kafir tersebut masuk islam dan
meninggal dalam keadaan muslim.
Lalu
bagaimana jika seseorang telah meninggal? Apakah perlu dibacakan talqin atau
tidak? Jika yang meninggal bukan seorang nabi, kelompok ulama syafi`iyyah, dan
di nisbatkan kepada Ahlussunnah wal jamaah, berpendapat boleh di talqin.
Pendapat
kedua tidak boleh di talqin, seperti pendapat Abu Hanifah yang berpegang pada
dalil jika orang tersebut meninggal dalam keadaan baik maka tidak butuh talqin
dan jika mati dalam keadaan buruk maka talqin tidak akan bermanfaat.[1]